Sejarah
Aksara di Pulau Lombok
Pendahuluan
Mungkin kita
anak-anak muda generasi modern sasak ada
yang tidak tahu tentang aksara sasak tapi hampir sepertinya tau karna telah
masuk pada materi muatan lokal di sekolah-sekolah dasar sampai menegah atas. Sedikit
mengulas lagi tentang aksara sasak dan melihat beberapa perbedaan dengan aksara
Jawa.
Aksara
Berdasarkan asal
usul-usul serta pemakaian naskah di dalam naskah lontar baik berbahasa Sasak
maupun berbahasa jawa (Kawi), aksara Jejawan/aksara Sasak dibedakan atas tiga
kelompok yaitu :
1.
Aksara Carakan ( Sasak; Aksara Baluq Olas )
2.
Aksara Swalalita
3.
Aksara Rekan
1.1 Aksara Carakan
Asal usul aksara
Jejawan/sasak adalah dari Aksara Jawa, dari segi pelafalan berjumlah 20 buah
dengan urutan : ha , na , ca , ra , ka
,da , ta ,sa , wa , la , pa , dha , ja , ya , nya , ma , ga , ba , tha , nga.
Yang diserap ke
dalam aksara Jejawan/Sasak hanya 18 buah dan disebut aksara Baluq Olas dengan
tata urutan sebagai berikut :
1.2 Aksara Swalalita
Yaitu aksara yang
dipakai untuk tulis menulis dalam naskah-naskah lontar Sasak baik naskah
berbahasa Sasak maupun berbahasa Jawa (Kawi). Aksara Swalalita terdiri atas :
Huruf Vokal (
Aksara Swara )
Huruf Konsonan (
Aksara Wyanjana )
Contoh aksara
sawara :
Aksara Swara ini
digunakan bila ia berdiri di depan serta menyatakan nama diri, nama tempat,
nama haria dll. Aksara Swara ini juga berkedudukan sebagai Aksara Murdha, yang
jika dialih aksarakan ke huruf latin-indonesia menjadi huruf Kapital, kecuali
le. Contoh :
Aksara Swara : i
, u , e , o , dan e, apabila melekat pada aksara Wyanjana maka aksara Swara
berubah menjadi sandarangan bunyi dengan bentuk-bentuk tertentu serta
penempatannya ada di atas, di bawah, di depan atau di belakang, seperti berikut
:
Aksara Wyanjana
: h, r , ng berada pada akhir suku kata, berubah menjadi sandangan bunyi dan
berfungsi untuk mematikan suku. Sedangkan ” ra ” dan ” re ” untuk menghidupkan
suku.
Aksara Carakan (
aksra baluq olas ) secara lahiriah telah mengandung bunyi vocal ” a ” , serta
merupakan satu suku. Apabila belum mengandung bunyi vocal ” a ” ( h, n, c dst.
Bukan ha, na, ca dst.) disebut Aksra Legena.
Dari tabel aksra
Wyanjana di atas jelaslah dapat di ketahui pemakaian aksara Wyanjana pada
naskah lontar sasak yang berbahasa Kawi dengan naskah lontar yang berbahasa
Sasak.
Keterangan
tambahan :
KANTYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada
guttur (kantha) yaitu bagian langit-langit dekat kerongkongan. Terdiri atas :
a, ka, kha, ga, gha, nga.
TALAWYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada
palatum (talu) yaitu langit-langit lembut. Terdiri atas : i, ca, cha, ja,
nya,.Talawya juga disebut Aksara Kalpaprana yaitu aksara yang lahir
dari articulator tengah lidah yang disertai hembusan nafas kecil.
MURDHANYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah kepada
langit-langit keras (murdha atau ceberum). Terdiri atas : ta, da, na, re.
DANTYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah
kepada lengkung kaki gigi atas ( dental atau danta ). Terdiri atas : ta, tha,
da, dha, na, la.
OSTHYA adalah
suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan kedua bibir (
labial atau ostha ). Terdiri atas : u, pa, pha, ba, bha, ma. Osthya juga
disebut aksra Maharaprana yaitu aksara yang mendapat hembusan nafas
besar.
ARDHASWARA adalah
bunyi setengah vocal dan setengah konsonan ( semivokal atau antyaswara).
Tersiri atas : ya, ra, la, wa.
USNA adalah
bunyi desis ( sibilant atau asthiswara). Terdiri atas : ça, sha, sa .
WISARGA adalah
bunyi yang terjadi dengan adanya hembusan nafas serta tidak memiliki daerah
artikulasi (aspirat).
GLOTAL
STOP adalah bunyi yang dihasilkan dengan jalan menutup rapat hembusan
nafas pada rongga mulut.
Dengan adanya
lambing bunyi Glotal Stop yaitu (‘/q) maka dapat diketahui bahwa
aksara Wyanjana yang dipakai sebagai alat tulis menulis dalam bahasa sasak
berjumlah 19. Hal ini pula yang membuktikan bahwa Aksara Jejewan/Sasak
menunjukkan cirri tersendiri dalam melambangkan bunyi.
Aksara Murdha
Aksara Wyanjana
yang diberi tanda o> tergolong aksara murdha. Menurut Kamus Jawa
Kuna-Indonesia karangan L. Mardiwarsito, murdha memiliki dua pengertian yaitu :
Kepala
Langit-langit
keras, daerah terjadinya bunyi.
Aksara murdha di
Jawa diidentikkan dengan huruf Kapital, berarti mengacu kepada pengertian ”
kepala “. yang perlu diketahui, dalam penulisan , aksara murdha tidak selalu
berada di awal kata, melainkan bias di tengah atau dibelakang. Namun dalam
pengalihan aksara ke huruf latin menjadi capital.
Dalam khaznah
naskah lontar Sasak, aksara murdha umumnya hanya terpakai pada naskah lontar
Sasak yang berbahasa Jawa ( kawi ) berbeda halnya dengan naskah lontar Sasak
yang berbahasa Sasak, tidak mengenal pemakaian aksara murdha.
Yang membedakan
aksara Jejawan ( sasak ) dengan aksara Jawa atau Bali adalah bunyi Glotal Stop
yang dilambangkan dengan aksara …… .Berdsarkan pengamatan penulis ( red. Argawa
) untuk sementtara ini, aksra Jejawan dalam bahasa Sasak tidak mengenal
pemakaian ……. Sebagai aksara Murdha, melainkan sebagai aksara Glotal Stop.
Contoh pemakaian
aksara Murdha :
1.3 Aksara Rekan
Adalah aksara
buatan untuk melambangkan bunyi dalam bahasa Arab. Bentuk aksara Rekan tetap
diambil dari aksara carakan yang mirip dengan bunyi dalam bahasa Arab yang
dilambangkan dengan membubuhi tanda titik 3 buah di atasnya.
Angka
Bentuk-bentuk
angka dalam aksara Jejawan, mulai satuanm puluhan, dan ratusan adalah sebaga
berikut :